Rest Area Telagatawang Merajut Kekuatan Ekonomi Desa





Siang itu mentari menyengat begitu terik, membakar sekujur tubuh sang pengendara jalanan yang sedang terjebak kemacetan di jalan raya Sidemen menuju Klungkung. Rasa sedih, marah, letih, kesal bercampur peluh meresap hingga ke ubun-ubun. Keributan hingga baku hantam menjadi  lumrah di saat mandi peluh para pejuang rupiah di jalanan itu. Deru suara kendaraan saling beradu dengan humpatan hingga sumpah serapah pengendara motor serta mobil yang dipaksa terjebak pada barisan kemacetan. Sementara sopir truk nampak asyik bersanda gurau di warung tepi jalan, sementara truknya ditinggal berjejer di sepanjang bahu jalan.

            Jalan Uma Dukuh begitu orang menyebutnya. Jalan provinsi yang cukup tersohor karena siapapun yang melewati pasti terjebak kemacetan. Setiap hari barisan truk mengekor hingga tiga kilometeran.  Bahu jalan disesaki truk parkir hingga keluh kesah selalau menjadi buah bibir masyarakat desa, lebih-lebih menjalar viral ke berbagai dunia maya. Bahkan, panorama hijau persawahan yang ranum disekitarannya tak cukup mampu menyejukkan jiwa-jiwa yang terlanjur tersulut api amarah.

            Kenyataan itu begitu pahit bercampur sedih bagi seorang perbekel (kepala desa) muda bernama I Komang Muja Arsana, S.Pd. Perbekel Desa Telagatawang yang berusia 34 tahun ini telah menjabat sejak tahun 2019 silam. Wilayah kemacetan itu adalah bagian dari desanya yang bahkan setiap waktu dilintasi dan situasi yang turut dirasakannya. Keluhan warga tentang kemacetan itu sudah menjadi sarapan setiap hari merasuki pikiran melayang diantara beban tanggungjawab berat yang dipikulnya.

            Sepanjang tiga tahun kepemimpinan Komang Muja sapaan Perbekel Telagatawang ini harus selalu dihantui oleh persoalan kemacetan itu. Diantara berbagai persoalan dan tantangan pembangunan desa juga semakin komplek, persoalan kemacetan yang selalu membuatnya gelisah. Hal ini lantaran menyebar menjadi kabar buruk bagi desanya yang bias kemana-mana. Desakan masyarakat desa silih berganti selalu membayangi pikiran serta langkah-langkahnya.

            Bak gayung bersambut di tengah pemulihan ekonomi pasca dihantamnya dunia oleh badai COVID-19, pemerintah pusat hadir memberi harapan angin segar bagi desa. Terbitnya Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi nomor 8 tahun 2022 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2023 yang salah satu mengamanatkan pelaksanaan kegiatan pritoritas pengembangan desa wisata melecut semangat Komang Muja. Penguatan dorongan pendampingan dilakukan pendamping desa juga menjadi modal penyemangat bagi Perbekel Telagatawang ini untuk memulai mimpi besarnya.

            Namun, semua hal itu kenyataannya tidaklah mudah untuk dilakoni. Berbagai persoalan serta hambatan muncul di tengah harapan menggebu untuk memanfaatkan lokasi kemacetan itu sebagai potensi wisata desa. Pertama, sulitnya mencari lokasi strategis dalam mengurai kemacetan karena semua tanah adalah milik perseorangan. Kedua, hembusan rencananya telah terdengar kencang terutama oleh para pedangang disekitarannnya. Gelombong protes pun bermunculan karena mereka tak rela sesuap nasinya diambil alih pemerintah desa.

            Haru, sedih berbalut dilema bagi Komang Muja harus dihadapkan dengan para pedagang, terlebih salah satunya adalah seorang wanita renta yang telah lama berdagang dipinggir jalanan itu. Perasaan iba tak sanggup menyembunyikan guncangan batin seolah menutup rejeki wanita renta itu, sementara di rumahnya pasti ada keluarga menunggu kepulangannya. Sementara itu disisi lain, persoalan kemacetan juga harus ia selesaikan kendatipun harus melawan kondisi dan situasi yang penuh akan perjuangan dalam menjaga keteguhannya.

            Banyak solusi yang harus ia selami, banyak keluhan yang wajib ia resapi tanpa harus mengecilkan hati siapapun terlebih yang dihadapannya adalah warganya sendiri. Pada akhirnya, dari sekian perjalanan waktu berlalu atas segala kerendahan hati serta kesabaran seorang warga menawarkan tempat bagi desa untuk disewa. Tempat strategis dimana gunung Agung nampak begitu mempesona disisi utara, sementara di sekelilingnya perbukitan melukis siluet karya Hyang Kuasa nan indah diantara hamparan sawah berundag.

            Berbagai solusi muncul dibenaknya terutama bagi pedagang tanpa harus menggusur ataupun memotong rejeki mereka. Para pedagang disekitarannya akan dirangkul serta ditata dengan baik untuk memberi ruang bagi mereka bersama-sama mengais rejeki. Semua ide telah dipersiapkan dengan matang penuh akan perhitungan. Keteguhan, keiklasan serta keberaniannya telah menundukkan berbagai kemelut dalam berbagai dilema yang pernah dirasakan demi untuk kebaikan warga desanya.

            Ide Komang Muja tertuang menjadi pembangunan rest area untuk mengurai kemacetan yang terjadi. Tempat bagi para sopir truk beristirahat setelah perjalanan panjang membawa pasir dari kaki gunung Agung. Blok tempat berdagang juga tersedia bagi para pedagang yang sebelumnya melancarkan protes serta salah satunya khusus diberikan kepada wanita renta yang sebelumnya ia jumpai dengan rasa iba. Setiap fasilitas dibangun dalam mendukung operasional rest area.

            Rest Area Desa Telagatawang telah terpampang cantik di tengah-tengah pemandangan perbukitan serta disekelilingnya terhampar sawah terasering khas Bali. Karya yang ditelorkan Perbekel Telagatawang melalui ide yang muncul dari pergulat kemelut pikiran atas kemacetan yang terjadi di wilayah desanya. Investasi pembangunan rest area bersumber dari dana desa tahun 2023 sebesar Rp. 474.970.000, silpa dana desa sebesar Rp. 129.410.000 serta bersumber dari Pendapatan Bagi Hasil (PBH) dari kabupaten sebesar Rp. 45.620.000. Total investasi yang tertanam yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) tahun 2023 sebesar Rp. 650.000.000.

            Pengelolaan rest area diserahkan oleh Pemerintah Desa Telagatawang kepada Badan Usaha Milik Desa (Bumdesa) dalam bentuk unit usaha wisata desa pengelolaan rest area. Beroperasinya unit usaha rest area dimulai sejak 29 September 2023. Tiga bulan berjalan  omzet rest area Telagatawang mencapai Rp. 65.877.000. Sementara biaya operasional sebesar Rp. 35.655.500 dengan membukukan Pendapatan Asli Desa (PAD) sebesar Rp. 12.000.000. Pada tahun 2024 dimulai bulan Januari hingga Juli telah mencatatkan omset sebesar Rp. 92.534.000.

            Kini, buah yang bernama rest area begitu ranum karena tidak hanya disesaki oleh belasan truk parkir namun juga rutin dikunjungi wisatawan mancanegara. Spot foto yang berada di rest area telah memikat para wisatawan yang datang. Panorama foto-foto keindahan rest area Telagatawang kini tersebar menghiasi media sosial. Tempat yang dahulu tersohor akan kemacetannya kini semakin berbenah, bersolek mempercantik wajah dengan pernak-pernik keindahan alam yang mampu memikat hati menyejukkan pikiran orang-orang yang datang menghampirinya.

            Perkembangan area rest Telagatawang kini kian tumbuh untuk bersolek menghias diri perlahan merangkai kekuatan ekonomi dengan tumbuh mengakar dari desa. Kekuatan penyangga ekonomi dengan melibatkan semua sektor. Menjalin perputaran ekonomi dari desa secara berkesinambungan menuju kekuatan ekonomi desa dalam menggapai pencapaian Indonesia emas 2045. Semua atas kerja bersama yang saling bahu-membahu antara perbekel Telagatawang, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), kelembagaan desa, warga desa serta tidak terlepas dari peranan pendamping desa dalam pendampingan dana desa sebagai tugas mulia diberikan oleh Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

oleh  I Wayan Supadma Kerta Buana

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama